Pulau Camba Cambang
Halo
Camba-Cambang!
Lanjutan dari
“Pangkajene dan Kepulauan - Daily
Journey of Basic Research”
Hawa panas, terik matahari dan angin laut yang sangat kencang membawa
saya pada masa-masa saat saya melakukan penelitian di Karimun Jawa. Saya
berusaha mengambil alih pikiran saya dan kembali kepada realita kalau saat ini
kaki saya menapaki Dermaga Maccini Baji dan mata saya menghadap pada Selat
Makassar yang megah dengan ombak yang terlalu tenang.
Tidak terlalu banyak orang di dermaga kecil ini. Bahkan kapal-kapal kecil
yang siap disewa oleh wisatawan yang hendak menyebrang ke Pulau Camba-Cambang
dan sekitarnya hanya ada 8 pada saat itu, salah satunya akan kami tumpangi. Pak
Ahmad menyapa orang-orang disekitar Dermaga Maccini Baji. Lagi-lagi untuk yang
kesekian kalinya kami menjawab pertanyaan yang sama namun pada orang yang
berbeda, “Adek-adek ini darimana?”. Dengan singkat Pak Ahmad menjawab kalau
kami ini mahasiswa pariwisata dari Bandung yang sedang melakukan penelitian di
Pangkajene dan Kepulauan. Senyum kami lontarkan kepada mereka-mereka yang
bertanya dan bersikap sangat ramah pada kami. Bahkan bersikap sangat hangat
saat kami mengajak berjabat tangan. Indonesia.
Kapal putih bertenaga mesin itu
mulai menyala, satu persatu dari kami dipersilahkan turun dari dermaga dan
masuk kedalam kapal yang bermuatan maksimal 16 orang itu. Kami seluruhnya ada
12 orang, beberapa orang lainnya merupakan pekerja Perusahaan Semen Tonasa yang
ingin ikut andil dalam pembangunan Pulau kecil itu. Sepanjang perjalanan Pak
Ahmad bercerita tentang keadaan pulau Camba-Cambang serta rencana pembangunan
kedepannya yang akan dilakukan bersama dengan bantuan PT. Semen Tonasa.
Sesekali saya melihat burung-burung berwarna putih melintas diatas kapal yang
kami tumpangi. Kira-kira selama 30 menit kami akhirnya sampai di Pulau
Camba-Cambang.
Saat itu air laut sedang surut,
sehingga untuk mencapai dermaga kami harus memanjat kayu-kayu dermaga. Jalur
dermaga bahkan lebih tinggi dari posisi atap kapal. Salah satu teman kami
yang bernama Syifa Harus mengerahkan
tenaga lebih untuk menapaki dermaga karena badannya besar dan ia tidak terbiasa
memanjat diantara kayu-kayu yang saling menyilang. Saya hanya tertawa sambil
menunggu dibelakangnya, pun kalau Syifa jatuh saya paling bisa membantu
melemparkan pelampung. Tapi untungnya, dia baik-baik saja dan berhasil naik ke
dermaga.
Suhu dan intensitas cahaya
matahari di pulau ini tidak jauh seperti di Mattampa. Sehingga saya tidak perlu
beradaptasi apa-apa. Pulau ini tadinya hanya berupa hamparan pasir putih
kecoklatan yang bisa menyempit karena bibir nya tergenang air laut saat sedang
pasang naik. Namun dilakukan pembangunan pada sisi pinggir pulau sehingga air
laut terhalang untuk masuk dan pulau pun dibuat lebih tinggi.
Pulau Camba-Cambang saat ini
telah memiliki fasilitas wisata air seperti perosotan yang mengarah langsung
pada laut. Namun sayangnya, saat ini perosotan dan segala wahana air yang ada
belum dapat dimanfaatkan dan digunakan dengan alasan keselamatan yang belum
sesuai standard. Terdapat persegi empat berwarna biru yang mengambang tepat
dibawah perosotan, mungkin nantinya akan dijadikan landasan atau tempat selepas
meluncur. Sayapun kurang mengerti, yang saya lihat si kotak biru itu mulai
usang terkikis air laut.
Selain wahana air, tepat
ditengah pulau dibangun seperti hall yang
rencananya digunakan untuk sport center serta
Tourist Information Center. Wisatawan
dapat menginap dipulau kecil ini dengan menyewa cottage yang berwarna merah kecoklatan, penyewaan bisa dengan
menghubungi pengurus pulau, saya tidak tau persis berapa harga yang ditawarkan.
Selain itu, Pulau Camba-Cambang didesain untuk menjadi pintu masuk utama bagi
wisatawan yang ingin berpencar ke pulau-pulau sekitar Camba-Cambang. Seperti
pulau Sabutung, Saugi, BangkoBangkoang, Satando dan sekitarnya. Diantara
pulau-pulau yang tersebar di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan salah satunya
merupakan pusat penangkaran penyu. Cukup menarik bukan?
Dari atas cottage, saya bisa
melihat ikan-ikan kecil berenang tenang diantara tanaman-tanaman laut. Adapun
ombak yang datang tergolong tenang dan rendah. Sehingga sangat cocok untuk
berenang ataupun snorkeling. Saya
rasa ini bukan tempat yang tepat untuk surfing.
Pulau ini cocok dikunjungi oleh semua umur, karena suasananya yang tenang dan
akses internal yang sudah berupa jalan setapak sehingga tidak sulit untuk
manula ataupun balita untuk berjalan-jalan mengelilingi pulau. Keputusan yang tepat
untuk membawa keluarga Anda ke pulau ini untuk liburan.
Terdapat warung yang menjual
makanan olahan serta makanan kecil. Namun sayangnya saat saya berkunjung ke pulau
Camba-Cambang warung tersebut tutup. Karena pengalaman ini, maka saya sarankan
bagi wisatawan yang ingin berkunjung baiknya membawa bekal makanan dan minuman.
Karena udara yang panas akan membuat Anda lebih mudah haus. Tidak jauh berbeda
dengan toilet, saat saya mengitari pulau tersebut terdapat lebih dari 8 pintu
toilet. Mengapa saya tidak menyebutkan jumlah secara pasti? Karena saya tidak
menjelajah bagian barat pulau secara detail, mungkin saja disana ada toilet.
Saya sendiri menggunakan toilet dibelakang warung yang didepannya terdapat
toren-toren air. Untuk air, saya menggunakan air botol yang saya bawa dari
hotel. Karena kran air kebetulan tidak menyala.
Kabar baiknya, terdapat
gazebo-gazebo berwarna coklat kemerahan yang berdiri tegak di pinggir pulau
menghadap air laut. Gazebo ini cukup membuat saya merasakan kesejukan angin
laut dan menahan sinar matahari. Saya dan teman-teman duduk di gazebo dekat
replika kapal berwarna putih biru. Keindahan pulau ini semakin lengkap saat
kami tidak sengaja melihat burung bersayap lebar berwarna coklat dan garis
putih melintas tenang tidak terlalu jauh dari kami duduk. Serentak kami sepakat
barusan kami melihat seekor elang!
Kami berenam duduk disatu gazebo
yang luasnya mungkin hanya 1.5 meter persegi. Jadilah saya duduk mepet
kebelakang. Ups! Tak sengaja tangan saya menyentuh kulit kacang tanah, bukan
hanya 1 kulit kacang tanah tapi banyak! Kebiasaan buruk wisatawan yang tidak
bertanggung jawab. Meninggalkan sampah dimana saja mereka mau. Saya dan Syifa
memungut sampah kulit kacang dan mengumpulkannya jadi satu di kantong plastik
yang juga kami temukan di Pulau Camba-Cambang, setelahnya kami letakan
ditumpukan sampah yang sepertinya akan dibakar nantinya. Coba ya, lain kali
kalau mau berwisata jangan nyampah. Kalau tidak ketemu dengan tong sampah, ya
dibawa pulang sampahnya sendiri. Biarkan alam ini tetap sehat.
Saat saya mengunjungi pulau
Camba-Cambang saya tidak melihat ada wisatawan yang datang. Karena memang bukan
hari libur dan saat itu pagi menjelang siang hari. Memang bukan “prime-time”nya untuk berkunjung dan
jalan-jalan di Pulau Camba-Cambang. Saya ambil hikmahnya saja. Saya jadi bisa
menjelajahi pulau mungil ini dengan tenang dan bebas. Buruknya, saya tidak bisa
melihat aktivitas wisata apapun. Padahal beribu pertanyaan sudah ada di otak
saya siap ditanyakan kepada wisatawan. Tapi tidak apa-apa. Saya sudah cukup
senang menghabiskan tiga jam waktu saya di Pulau Camba-Cambang.
Selanjutnya, seperti perjalanan
lainnya, kami mengakhiri kunjungan ini dengan “kembali pulang”. Pak Ahmad
mengantarkan kami kembali ke Mattampa Inn. Sepanjang perjalanan Pak Ahmad
kembali bercerita tentang perkembangan industry pariwisata di Pangkajene dan
Kepulauan. Pak Ahmad menaruh harapan besar pada pulau Camba-Cambang dan
sekitarnya agar bisa menaikan nama Pangkep sebagai destinasi wisata utama.
Selain Pulau Camba-Cambang yang sedang dalam tahap pembangunan dan pengembagan
terdapat kawasan-kawasan lain, diantaranya adalah Desa Wisata Kalabbirang. Yang
merupakan lokus penelitian kami. Akan dilanjutkan dalam post selanjutnya ya.
Komentar
Posting Komentar