Serbuk-Serbuk Kopi (2)

“GERRALD!” Teriak Canna sumringah sambil memajukan kepalanya ke depan demi melihat wajah supir dari mobil mewah yang ia tumpangi
“Hai Nyonya Canna! Lain kali kalo mau naik Taxi liat-liat dulu ya. Untung Saya bukan penculik.” Sahut Gerrald sambil tertawa kecil dan bermaksud meledek teman lama nya itu
“Sialan lo, Ger!” Balas Canna sambil menjitak pelan kepala Gerrald yang terlindungi rambut hitam dan sedikit jabrik
“Duh! Jangan pegang-pegang rambut gue dong. Udah wet look nih.” Protes Gerrald
“Ye dasar orang kaya!” Ejek Canna sambil tertawa, tawa pertama yang keluar dari mulut Canna hari ini
“Bisa aja sih ahli kopi yang satu ini.” Balas Gerrald tak mau kalah

“Loh kok lo tau gue jadi master kopi?” Tanya Canna sambil menyombongkan diri nya, hal ini sering dilakukan di depan Gerrald, teman baik yang sudah bertahun tahun tidak pernah bertemu. Suasana akrab langsung tercipta meski baru beberapa detik mereka bertemu kembali.

“Gua pernah liat lo di TV. Gua jarang nonton TV sih, maklum, sibuk. Gua jadi General Manager di Hotel De Jakarta loh.” Jawab Gerrald dan kali ini Gerrald yang menyombongkan diri atas kesuksesannya
“Gila lo ya! Di hotel gedongan itu? Gaji lo berapa sebulan? Jelas aja bisa ke-beli mobil kece begini. Tapi tetep aja sih, kalo lu yang ngendarain aura nya tetep kayak taxi.”  Goda Canna
“Sialan lo, Can.” Balas Gerrald sambil menjambak pelan rambut teman lama nya itu
Perbincangan pun mengalir tanpa henti meski 6 tahun terakhir mereka tidak pernah bertemu atau sekedar berkomunikasi lewat telepon. Gerrald merasakan kenangan lama yang sedikit suram terbuka kembali saat ia melihat Canna. Namun di sisi lain, Gerrald tidak bisa menyembunyikan kegembiraan dapat bertemu kembali dengan sahabat lama di tengah-tengah kesibukannya.

Semenjak Gerrald memutuskan untuk kuliah di Bandung, ia tidak pernah kembali ke Jakarta. Lantaran Gerrald memang berasal dari keluarga yang sibuk, kedua orang tua nya sering bekerja keluar kota bahkan keluar negeri sehingga rumah nya yang berada di Jakarta kosong begitu saja, itulah alasannya Gerrald jarang pulang ke Jakarta. Terlebih saat ia tau, Canna sudah memiliki pacar, dan kini telah menjadi suami Canna. Hati Gerrald hancur hingga butiran. Rasanya ia tidak ingin menghirup udara Jakarta lagi, yang jelas akan menghidupkan memori nya tentang Canna. Namun apa daya profesi menuntunya tinggal di Jakarta lagi. Gerrald pun mencoba menelan kenyataan pahit yang ia hadapi.

Prestasi Gerrald yang cemerlang, membawa nya berada di posisi saat ini. Gerrald memilih kuliah di salah satu sekolah tinggi pariwisata terbaik di Bandung. Disaat banyak temannya yang merancang masa depan menjadi arsitek, ahli teknik sipil dan segala-gala yang berbau rumus dan perhitungan, Gerrald memilih jalan yang sedikit berbeda. Gerrald merasa muak dengan pelajaran IPA yang ia dapatkan selama 3 tahun di SMA, dan memang bakatnya bukan di sana. Pilihan Gerrald pun tepat, dan sekarang bisa mengantarkan Gerrald menjadi pemuda sukses dari segi materi.

Berteman dengan Canna selama lebih dari 14 tahun membuat Gerrald dengan mudah mengetahui isi hati dan perasaan yang Canna rasakan. Melihat wajah Canna yang sedikit berantakan membuat Gerrald melontarkan pertanyaan yang memaksa Canna menceritakan keadaannya, meski Canna sudah mencoba menutupi apa yang sedang ia alami. Meski sudah 6 tahun Canna tidak berhubungan dengan Gerrald, namun kepercayaan Canna kepada Gerrald tidak serta merta hilang, bahkan semakin kuat.

Canna meceritakan semua yang sedang ia hadapi, mulai dari larangan suaminya yang Canna fikir tidak mendasar hingga kejadian pertemuannya dengan Adel yang akan membawa perubahan besar atas kehidupan karier nya dimasa mendatang. Semua nya di ceritakan Canna secara mendetail, tidak ada satu moment pun yang terlewatkan, dengan penuh emosi Canna menceritakan keadaan yang sedang ia hadapi sampai-sampai beberapa butir air mata jatuh dari mata Canna. Tak sanggup melihat reaksi Canna yang terlihat begitu terpukul, Gerrald menghentikan pertanyaannya. Dan memberikan Canna sebotol air mineral dingin yang ia simpan di mobil nya.

“Semua ada solusi nya kok, Can. Nih sekali-kali lo minum yang tawar, jangan yang pahit-pahit mulu. Kurang pahit ya idup lo?” Celoteh Gerrald yang mengundang tawa Canna
“Ger…. Lo lupa ya?” Tanya Canna sambil menyodorkan kembali sebotol air mineral yang diberikan Gerrald
“Ternyata ga ada yang berubah ya. Gua kira lu udah bisa buka tutup botol plastik baru.” Kata Gerrald sambil mengambil kembali sebotol air mineral lalu membukakan tutup nya untuk Canna
“Masih se-lemah dulu kok..” Jawab Canna seadanya sambil meminum air mineralnya
“Lo cewek terkuat yang pernah gue kenal kok. Jangan nyerah gitu dong ah. Kalo emang lo ga ke Brazil tahun ini, ya mungkin tahun depan. Mungkin bakal ada seminar kopi level internasional yang bakal di gelar di lain waktu, Can. Senyum dong ah! Kalo soal Adel sih, ya lu jangan sampe ke-selengkat sama akal-akal liciknya dia lagi.” Gerrald mulai memberikan wejangannya
“By the way, orang tua lo apa kabar? Keluarga lo sehat semua?” Tanya Canna
“Hm….. bokap nyokap udah di surga mungkin, Can. Adik-adik gua tinggal di Bandung, sama Bude Tyas. Ragil kuliah di tempat yang sama kayak gue dulu kuliah. Si kembar, Tara sama Tari masih kelas 2 SMA. Ya gini lah hidup, uang sih banyak, rumah gue juga gede, tapi ya sepi…. Rasanya nyesel deh dulu jarang banget ketemu bokap nyokap, padahal mereka sering nyuruh gue balik ke Jakarta cuma sekedar buat ketemu, tapi gua tolak mentah-mentah dengan alasan tugas banyaklah, ulanganlah. Dan bener, nyesel itu belakangan. Bahkan waktu bokap gue meninggal, gua masih di Dubai, lagi internship. Ah ya udah lah..” Kata Gerrald sambil diakhiri dengan helaan nafas panjang tanda penyesalan mendalam
“Duh, Ger… Sorry, gua ga maksud ngingetin lo sama masa lalu… lo bisa cerita ke gue kapan aja kok, Ger.” Kata Canna sambil menepuk pundak Gerrald, tanpa memprotes kenapa selama ini Gerrald tidak memberitahukan tentang keadaan keluarga nya
“Nggak apa apa kok, Can. Iya, makasih ya.” Jawab Gerrald singkat
“Nih nomor baru gue, Ger. Lo bisa hubungi gue kapan aja.. Sorry juga kalo waktu itu gua ganti nomor ga bilang-bilang sama lo…. Ya abisnya lo susah dihubungin….” Jelas Canna sambil menyodorkan kartu nama nya yang berwarna dominan coklat kehitam-hitaman mirip warna biji kopi arabika
“Hehe, gua juga ganti nomor, Can. Wah ga nyangka ya kita sekarang bisa tukeran kartu nama, berasa orang sukses.” Celetuk Gerrald di akhiri dengan tawa khas nya sambil menyodorkan kartu namanya untuk Canna
“Turun di depan situ ya, Ger. Yang pagar putih. Main dong ke rumah gue. Gue tunggu ya pokoknya. Thanks tumpangan gratisnya.” Kata Canna sambil melemparkan senyum lebar nya kearah Gerrald
Dengan anggukan lembut Gerrald mengakhiri percakapan mereka. Rasanya masih ingin menghabiskan waktu bersama Canna, namun tuntutan pekerjaan Gerrald tidak memungkinkan untuk bersantai-santai bersama teman lama, atau bisa disebut cinta pertama. Gerrald membuka kaca mobilnya sambil melambaikan tangan kearah Canna dengan harapan bisa bertemu kembali. Lalu mobil Gerrald pun kembali bergerak ke Selatan.
Langkah Canna terlihat sangat malas, rasanya tidak ada semangat hidup yang menempel di raga nya. Dengan asal ia membuka pagar rumah nya yang besar itu. Angin jalanan bertiup kencang sehingga membuat tatanan rambut Canna acak-acakan, Canna sudah tidak perduli lagi dengan penampilannya, yang ada di otaknya saat ini hanyalah tiket pesawat ke Brazil.

(Lanjut ke SerbukSerbuk Kopi 3 cuy)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kosan di Jerman

Pertanyaan dan saran tes masuk STPB (Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung)

Belanja Murah di Jerman!